Senin, 13 Mei 2013

Sustainable Development Goals: Legacy Kebijakan Luar Negeri SBY



Hiruk pikuk perhelatan aktivitas diplomasi minggu ini telah mewarnai keindahan dan kesejukan pulau dewata Bali. Bali kembali menjadi saksi sebuah proses negosiasi bertaraf internasional yang meramu sebuah kerangka kesepakatan penting untuk menopang pembangunan global paska target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) berakhir pada tahun 2015.


Momentum diplomasi ini dibalut dalam tematik The 4th High Level Panel Meeting on Post-2015 MDGs. Yang menarik adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didaulat menjadi salah satu pemimpin Panel bersama dengan PM Inggris dan Presiden Liberia. Posisi strategis ini dimandatkan oleh Sekretaris-Jenderal PBB Ban Ki-moon pada pertengahan tahun lalu yang menggarisbawahi perlunya dunia membuat target tujuan pembangunan baru setelah MDGs berakhir.


Atraksi mesin diplomasi untuk menciptakan kerangka ini telah mengerucut kepada kesamaan pendapat untuk menamainya Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Para anggota Panel dan pemangku kepentingan termasuk masyarakat madani, korporasi-korporasi internasional, Lembaga Swadaya Masyarakat, media, dll saling berbagai pandangan bahwa  pembangunan harus bersifat berkelanjutan dan mencakup semua sendi kehidupan dan tidak hanya soal ekonomi melulu. Panel berada dalam satu barisan untuk menjadikan SDGs sebuah agenda pembangunan global yang koheren yang mensinerjikan tiga faktor penting di dalam pembangunan modern yakni pertumbuhan ekonomi, (economic growth), inklusi sosial (social inclusion), dan pelestarian lingkungan (environmental sustainability).


Peran diplomasi Presiden Yudhoyono tentu sangat penting. Sebagai pemimpin sebuah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia yang saat ini juga menjadi salah satu dari 20 negara dengan tingkat perekonomian terbaik di dunia yang memiliki nilai pertumbuhan ekonomi diatas 6% per tahun, jelas memoles sosok kepemimpinan yang layak untuk menakhodai Panel ini.

Meskipun alur dan dinamika diplomasi untuk menciptakan SDGs ini belum berakhir, namun terurai beberapa hal strategis yang dapat menjadi nilai tersendiri bagi kepemimpinan Presiden Yudhoyono.


Pertama, SDGs merupakan raihan atas kerja diplomatic activism kebijakan luar negeri Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Capaian ini tentu akan menjadi legacy atau warisan yang berfungsi sebagai indikator untuk mengkalkulasi keberhasilan pemerintahan ini di dalam menjalankan roda kebijakan luar negerinya. Selain itu, warisan ini pun akan menjadi alat analisa (tool of analysis) yang akan dicatat oleh buku-buku sejarah nantinya bahwa telah lahir sebuah konsep pembangunan berkelanjutan global yang dibidani salah satunya oleh Indonesia.


Kedua, jika SDGs nantinya disepakati, maka skema kemitraan global akan terkonsentrasi kepada target pencapain SDGs dan menjadi panduan pembangunan berkelanjutan di masa datang. Alhasil, SDGs akan menjadi episentrum diskursus internasional yang tentunya memerlukan polesan-polesan kepemimpinan Indonesia di dalam merealisasikan target SDGs itu sendiri. Apabila Indonesia dapat menjalankan peran tersebut, maka Indonesia dapat disejajarkan dengan segelintir negara-negara dunia yang memiliki andil di dalam merajut keberlangsungan peradaban global, setidaknya di dalam dimensi perkembangan ekonomi berkelanjutan.


Ketiga, Jika SDGs ini berhasil disepakati dan direalisasikan maka profil Indonesia dan tentunya, Presiden Yudhoyono, akan meroket. Secara personal, keberhasilan ini akan memberi “panggung internasional” baru bagi Presiden Yudhoyono paska 2014. Sederet jabatan internasional ataupun posisi sebagai Special Representative Sekretaris-Jenderal PBB atau jabatan lainnya bukanlah hal yang impossible dapat digenggam oleh Presiden Yudhoyono.


Namun, Presiden Yudhoyono tentunya tidak akan berfikir terlalu jauh tentang jabatan internasional paska lengser dari Istana Negara. Yang lebih penting untuk dilakukan adalah bagaimana agar SDGs ini dapat diwujudkan dengan mendapat dukungan dan kontribusi peran dari seluruh pemangku kepentingan di jagat ini. Presiden Yudhoyono juga harus mampu untuk menjembatani perbedaan diantaranya tentang maksimalisasi peran pasar di dalam kerangka SDGs ini.



Yudha Akbar Pally
 Jakarta Strategic Studies

Tidak ada komentar:

Posting Komentar